Minggu, 24 April 2016

KASUS ASURANSI SYARIAH

KASUS PEMASARAN PRODUK ATAU JASA ASURANSI
DOSEN PEMBIMBING : SUPRIYO HARTADI W
NAMA KELOMPOK :
1. AURINA LESTARI
2. DYAH SUHARTINI
3. MEYTHA LAELASARI
4. NADYA FEBRINA
5. WAHYU DWI MINARTI
KELAS : 2DD02

PENDAHULUAN
Asuransi dalam bahasa Arab disebut At’ta’min yang berasal dari kata amanah yang berarti memberikan perlindungan, ketenangan, rasa aman serta bebas dari rasa takut. Istilah menta’minkan sesuatu berarti seseorang memberikan uang cicilan agar ia atau orang yang ditunjuk menjadi ahli warisnya mendapatkan ganti rugi atas hartanya yang hilang.
Sedangkan pihak yang menjadi penanggung asuransi disebut mu’amin dan pihak yang menjadi tertanggung disebut mu’amman lahu atau musta’min.
Konsep asuransi Islam berasaskan konsep Takaful yang merupakan perpaduan rasa tanggung jawab dan persaudaraan antara peserta. Takaful berasal dari bahasa Arab yang berakar dari kata ”kafala yakfulu” yang artinya tolong menolong, memberi nafkah dan mengambil alih perkara seseorang. Takaful yang berarti saling menanggung/memikul resiko antar umat manusia merupakan dasar pijakan kegiatan manusia sebagai makhluk sosial. Saling pikul resiko inidilakukan atas dasar saling tolong menolong dalam kebaikan dengan cara, setiap orang mengeluarkan dana kebajikan (tabarru) yang ditujukan untuk menanggung resiko tersebut.
Menurut Fatwa Dewan Asuransi Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI) Fatwa DSNNo.21/DSN-MUI/X/2001 tentang Pedoman Umum Asuransi Syariah bagian pertama menyebutkan pengertian Asuransi Syariah (ta’min, takaful’ atau tadhamun) adalah usaha saling melindungi dan tolong menolong di antara sejumlah orang atau pihak melalui investasi dalam bentuk set dan atau tabarru yang memberikan pola pengembalian untuk mengehadapi resiko tertentu melalui akad atau perikatan yang sesuai dengan syariah.
Asuransi Syariah bersifat saling melindungi dan tolong menolong yang dikenal dengan istilah ta’awun, yaitu prinsip hidup yang saling melindungi dan saling tolong menolong atas dasar ukhuwah Islamiyah antara sesama anggota asuransi syariah dalam menghadapi hal tak tentu yang merugikan.
SEKILAS PERBEDAAN RISK SHARING DAN RISK TRANSFER
A. Pengelolaan risiko dalam asuransi konvensional
Kata asuransi berasal dari bahasa Inggris, insurance,dan secara aspek hukum telah dituangkan dalam Kitab Undang Hukum Dagang (KUHD) pasal 246, “Asuransi adalah suatu perjanjian dimana seseorang penanggung mengikatkan diri kepada seorang tertanggung dengan menerima suatu premi, untuk memberikan penggantian kepadanya karena suatu kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan yang mungkin akan dideritanya karena suatu peristiwa yang tak tentu.”.
Selain dalam KUHD pasal 246, juga dalam Undang – undang asuransi No. 2 tahun 1992 pasal 1 disebutkan Äsuransi atau pertanggungan adalah perjanjian antara dua pihak atau lebih, dimana pihak penanggung mengikat diri kepada tertanggung, dengan menerima premi asuransi untuk memberikan penggantian kepada tertanggung karena kerugian, kerusakan, atau kehilangan keuntungan yang diharapkan, atau tanggung jawab hokum kepada pihak ketiga yang mungkin akan diderita tertanggung, yang timbul dari suatu peristiwa yang tidak pasti, atau memberikan suatu peristiwa pembayaran yang didasarkan atas meninggalnya atau hidupnya seseorang yang dipertanggungkan. Pengertian lain, seperti dari Wirjono Prodjodikoro dalam bukunya Hukum asuransi di Indonesia memberi pengertian asuransi sebagai berikut : “suatu persetujuan dimana pihak yang menjamin berjanji kepada pihak yang dijamin, untuk menerima sejumlah uang premi sebagai pengganti kerugian, yang mungkin akan diderita oleh yang dijamin, karena akibat dari suatu peristiwa yang belum jelas” .
Robert I. Mehr dan Emerson Cammack, dalam bukunya Principles of Insurance menyatakan bahwa suatu pengalihan risiko (transfer of risk) disebut asuransi. D.S. Hansell, dalam bukunya Elements of Insurance menyatakan bahwa asuransi selalu berkaitan dengan risiko (Insurance is to do with risk). Dalam asuransi konvensional perusahaan asuransi disebut Penanggung, sedangkan orang yang membeli produk Asuransi disebut Tertanggung atau Pemegang Polis, Tertanggung membayar sejumlah uang yang disebut premi untuk membeli produk yang disediakan oleh perusahaan asuransi . Premi asuransi yang dibayarkan oleh Tertanggung menjadi pendapatan perusahaan Asuransi, dengan kata lain terjadi perpindahan kepemilikan dana premi dari Tertanggung kepada Perusahaan Asuransi. Bila Tertanggung mengalami risiko sesuai dengan yang Tertuang dalam kontrak asuransi, maka Perusahaan Asuransi harus membayar sejumlah dana yang disebut Uang Pertanggungan kepada Tertangggung atau yang berhak menerimanya. Sebaliknya bila sampai akhir masa kontrak Tertanggung tidak mengalami risiko yang diperjanjikan maka kontrak Asuransi berakhir maka semua hak dan kewajiban kedua belah pihak berakhir. Dari proses diatas dapat disimpulkan bahwa terjadi perpindahan risiko financial yang dalam istilah asuransi disebut dengan transfer of risk dari Tertanggung kepada Penanggung.
Contoh, ketika seseorang membeli polis asuransi kebakaran untuk rumah tinggal dia akan membayar uang (premi) yang telah ditentukan oleh perusahaan asuransi, disaat yang sama perusahaan asuransi akan menanggung risiko finansial bila terjadi kebakaran atas rumah tinggal tersebut. Contoh lain dalam asuransi jiwa, ketika seseorang membeli asuransi kematian (term insuransce) dengan jangka waktu perjanjian 5 (lima) tahun dengan uang pertanggungan 100 juta rupiah, maka dia harus membayar premi yang telah ditentukan oleh perusahaan asuransi (misal 500 ribu rupiah) per tahun, artinya bila tertanggung meninggal dunia dalam masa perjanjian diatas, maka ahli waris atau orang yang ditunjuk akan memperoleh uang dari perusahaan asuransi sebesar 100 juta, namun bila peserta hidup sampai akhir masa perjanjian maka dia tidak akan memperoleh apapun.
Ditinjau dari sudut syariah, contoh transaksi yang terjadi diatas dapat dikategorikan sebagai akad tabaduli (pertukaran atau jual beli), namun cacat karena ada unsur gharar (ketidakjelasan), yaitu tidak jelas kapan pemegang polis akan mendapatkan uang pertanggungan karena dikaitkan dengan musibah seseorang (bisa tahun pertama, kedua atau tidak sama sekali karena masih hidup di akhir masa perjanjian). Ketika unsur gharar terjadi maka terdapat juga unsure maisir (perjudian), karena dari transaksi diatas apabila terjadi klaim, perusahaan asuransi akan membayar uang pertanggungan kepada peserta jauh lebih besar dibanding dari premi yang diberikan oleh peserta tersebut, juga sebaliknya bila peserta tidak mengalami risiko yang diperjanjikan, maka dia akan kehilangan semua premi yang telah dibayarnya.
B. Pengelolaan risiko dalam asuransi Syariah
Dalam asuransi syariah, tidak mengenal pengalihan risiko (transfer of risk) yang digunakan adalah pembagian risiko (sharing of risk). Dengan konsep pembagian risiko, yang saling menanggung risiko adalah para peserta itu sendiri bukan perusahaan asuransi, sehingga perusahaan asuransi bukan sebagai penanggung tetapi berfungsi sebagai pemegang amanah, juga peserta tidak membeli polis tetapi memberikan donasi/derma (dalam asuransi syariah sering dinamakan tabarru’) yang diniatkan untuk tolong menolong diantara peserta bila terjadi musibah, juga tidak terjadi pengalihan kepemilikan dana, yang ada adalah pengumpulan dana atau pooling of fund.
Contoh, ketika seorang peserta mengikuti asuransi kebakaran; untuk rumah tinggal, dia akan memberikan kontribusi dana (ditentukan oleh perusahaan asuransi syariah) yang diniatkan untuk tolong menolong diantara peserta, perusahaan asuransi syariah akan memasukkan dana tersebut kedalam suatu kumpulan dana peserta (rekening khusus), bila terjadi kebakaran atas rumah tinggal tersebut maka perusahaan (sebagai wakil dari peserta) akan mengambil dana dari rekening khusus diatas dan memberikannya kepada peserta yang mengalami musibah, namun bila tidak terjadi musibah kebakaran terhadap tempat tinggal peserta diatas, dan masih ada kelebihan dana pada rekening khusus diatas, maka ada pengembalian sebagian dana tersebut.

KONDISI ASURANSI SYARIAH DI INDONESIA

Kondisi Asuransi Syariah di Indonesia 
Data Departemen Keuangan menunjukkan market share asuransi syariah pada tahun 2001
baru mencapai 0.3% dari total premi asuransi nasional. Dibidang aturan hukum saat ini
sedang digodog aturan khusus mengenai asuransi syariah yang diharapkan dapat memberi
dampak yang signifikan sebagaimana dampak dari UU Perbankan tahun 1998.
Hambatan Pengembangan Asuransi Syariah
Instrumen tidak dikenal masyarakat luas
Anggapan masyarakat Indonesia pengurusn klaim asuransi menyulitkan
Instrumen Asuransi kalah bersaing dengan isntrumen investasi seperti surat berharga
Asuransi syariah belum tersosialisasikanluas seperti perbankan syariah
Peluang pengembangan Asuransi Syariah
Alternatif pilihan proteksi bagi pemeluk agama Islam yang menginginkan produk yang
sesuai dengan hukum Islam
Perkembangan Perbankan Islam menuntut peranan asuransi syariah untuk pengamanan
aset dan transaksi perbankan
Peluang pengembangan Asuransi Syariah.
Beberapa kebijakan pemerintah yang mendukung perkembangan Asuransi Syariah adalah
ditetapkannnya kewajiban agar asuransi haji dikelola oleh perusahaan asuransi syariah.
CONTOH KASUS PADA PT. PRUDENTIAL LIFE ASSURANCE
Perusahaan besar harus siap dengan ujian besar pula. Di tengah pergeseran tren masyarakat yang mulai menunjukkan minat terhadap sistem asuransi, perusahaan asuransi pun harus menunjukkan bahwa ia betul-betul dapat menjadi andalan dan harapan masyarakat yang membutuhkan “perlindungan”nya. Sedikit memantau. Setelah dahulu pernah bermasalah (digugat pailit) oleh salah satu agen penjualnya, PT.Prudential Life Assurance harus berjibaku kembali, kali ini dengan pihak nasabahnya. Pokok perkaranya adalah “klaim” asuransi yang tidak dibayarkan.
Sebagai pengingat, PT. Prudential, yang secara umum layak diakui prestasinya.Terutama dalam menjaring nasabah. Digugat oleh Victor Joe Sinaga, suami dari almarhumah Eva Pasaribu yang merupakan nasabah perusahaan asuransi jiwa tersebut. Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan melanjutkan sidang kasus ini kemarin (18/10) setelah sebelumnya proses mediasi menemui jalan buntu. Pada sidang hari itu acara yang dilaksanakan adalah Jawaban dari Prudential atas Gugatan Victor. Inti jawaban Prudential adalah membantah seluruh tuduhan Victor yang menyatakan Prudential telah melanggar perjanjian Polis Asuransi dengan Eva. Justru sebaliknya Prudential menuduh Eva telah berbohong karena ketika mengajukan asuransi pokok dan tambahan, ia tidak mengaku kalau mengidap penyakit jantung. Itu lah yang menjadi dasar bagi penolakan klaim Victor ketika istrinya meninggal dunia. Itu lah intinya.
Oke. Detail perkara dan proses persidangan itu biarlah berjalan. Adu dalil atau bantahan biarlah menjadi jatah para kuasa hukum (pengacara) mereka. Yang hendak penulis garis bawahi adalah preseden apa dari kasus ini ditinjau dari sisi pengaruhnya terhadap masyarakat. Memang jika dilihat dari argumen-argumen kedua pihak yang berperkara ini sama-sama punya alasan. Yang satunya menggugat wanprestasi dan menuntut klaimnya dibayar, sedangkan lawannya menolak karena merasa nasabah menyembunyikan penyakitnya.
Ini memang debatable. Sepengetahuan penulis, selama ini memang calon nasabah yang hendak mengikuti program asuransi dilarang menyembunyikan riwayat penyakitnya. Yang menjadi masalah di sini adalah sangat jarang, bahkan mungkin belum pernah ditemui adanya syarat formal sebuah medical check up kesehatan calon nasabah. Hal ini akan menjadi masalah besar jika ternyata “nasabah sendiri tidak mengetahui bahwa ia mengidap suatu penyakit”. Ada sebuah lubang besar persengketaan disini. Yang bisa menjadi penghambat kepastian berasuransi itu. Di sadari atau tidak ini akan sangat “menakut” kan nasabah. Bisa terjadi kekhawatiran yang beralasan bagi nasabah lain. Tentu saja mengenai kepastian pembayaran klaim itu.
Terhadap kasus ini. Mengingat mediasi yang diharapkan menjadi penyelesaian terbaik ternyata gagal. Yang akan sangat berperan nantinya adalah bukti. Sebuah pembuktian bahwa :
1. Apakah benar Almarhumah Eva menyembunyikan riwayat penyakit jantungnya?
2. Apakah benar Prudential telah wanprestasi (ingkar janji) terhadap perjanjian yang telah tercantum di polis asuransi?
Untuk bukti yang pertama jelas adalah kewajiban Prudential untuk membuktikannya. Jika ia bisa membuktikan secara tertulis, diantaranya hasil medical check up nasabah sebelum perjanjian polis yang jelas menyatakan bahwa Almarhumah Eva mengidap penyakit jantung. Dan riwayat ini tidak diserahkan oleh calon nasabah. Maka jelas penolakan klaim oleh prudential itu layak diterima secara hukum. Namun jika tidak ada, atau bukti yang diajukan adalah hasil pemeriksaan setelah yang bersangkutan meninggal. Maka bukti itu akan sangat lemah. Apalagi jika dalam syarat penandatanganan polis asuransi tidak di perjanjikan adanya medical check up. Terkecuali pihak Prudential menganggap memiliki bukti lain yang cukup untuk itu.
Untuk bukti yang kedua tentu saja masih sangat terkait dengan bukti pertama. Yakni polis asuransi itu sendiri. Bukti ini menjadi penguat saat kebohongan/penyembunyian riwayat penyakit nasabah ini terbukti atau tidak terbukti.
Di luar itu semua. Penulis sangat menyayangkan kegagalan proses mediasi itu. Karena jika Prudential berpikir panjang dengan menimbang masih adanya “lubang-lubang” persengketaan itu. Yang tentu saja nantinya harus diperbaiki secara profesional. Maka langkah yang paling bijak sesungguhnya adalah membayar saja klaim itu. Almarhumah Eva menurut riwayatnya telah menjadi nasabah perusahaan asuransi ini sejak tahun 2007 dan meninggal pada tahun 2009. Dapatlah dianggap cukup loyal. Apalagi diketahui bahwa kubu Victor ternyata dalam proses mediasi bersedia menurunkan tuntutan klaim asuransi menjadi sebesar Rp.80 juta saja. Suatu jumlah yang “kecil” untuk perusahaan asuransi semapan Prudential. Belum lagi jika Prudential mau mempertimbangkan efek positif terhadap pembayaran klaim itu. Yaitu kepercayaan masyarakat yang semakin meningkat dalam hal sadar berasuransi. Dengan memandang kepastian dalam asuransi itu.
Wacana ini tentu saja bukan untuk Prudential saja. Tapi secara umum untuk perusahaan lain para pelaku bisnis asuransi. Harap diingat, tren menanjakknya jumlah nasabah bukan semata karena tawaran perlindungannya namun cenderung adalah karena bumbu pemikat investasinya yaitu “unit link” misalnya. Maka kepercayaan dan kepastian perlindungan itu haruslah diperhatikan kembali dengan seksama. Saya berkeyakinan jika produk tambahan seperti unit link ini tidak ditawarkan. Jumlah peminat asuransi (jiwa) akan jalan di tempat.
Mudah-mudahan sengketa ini dapat diselesaikan dengan baik. Perdamaian tetap dapat dilaksanakan meskipun proses beracara itu tetap berjalan. Yang jelas komitmen untuk menjadikan masyarakat sadar dan yakin berasuransi haruslah tetap dikedepankan. Tak terlalu penting sebuah kemenangan atau pun kekalahan jika telah berproses secara mati-matian di pengadilan. Tidak terlalu nyata/ada untungnya. Menang jadi arang kalah jadi abu. Berdamailah. Carilah jalan terbaik untuk semua.

REFERENSI
http://buntetpesantren.org/index.php?option=com_content&view=article&id=1340:analisis-kasus-asuransi-konvensional-dan-asuransi-syariah&catid=24:iptek-dan-kesehatan&Itemid=287
http://www.prudent.web.id/file/asuransisyariah.pdf
http://hukum.kompasiana.com/2011/10/19/prudential-digugat-lagi-preseden-buruk-berasuransi/

MEMBANGUN BISNIS DENGAN NILAI-NILAI SYARIAH


Sifat jujur merupakan sifat para nabi dan rasul yang diturunkan Allah Swt kepada Nabi dan rasul dengan metode syariah yang bermacam-macam, tetapi saling menjunjung tinggi nilai-nilai kejujuran. Ulama terkemuka abad ini yaitu Syaikh Al-Qardhawi mengatakan bahwa diantara nilai transaksi yang paling penting dalam kegiatan bisnis adalah al-amanah (kejujuran). Karena kejujuran merupakan puncak dari moralitas iman dan karakteristik yang paling menonjol dari orang yang beriman bahkan kejujuran merupakan karakteristik yang dimilki oleh para nabi. Tanpa kejujuran kehidupan agama tidak akan berdiri tegak dan kehidupan dunia tidak akan berjalan baik. Ada empat hal yang menjadi key success factors (KSF) dalam mengelola suatu bisnis, agar mendapat celupan nilai-nilai moral yang tinggi. Untuk memudahkan mengingat, kita singkat dengan SAFT, yaitu:

1. Benar dan jujur, yaitu seorang pemimpin selalu berprilaku benar dan jujur dalam kepemimpinannya,
2. Terpercaya, kredibel yaitu dapat dipercaya, bertanggung jawab, dan kredibel, juga merupakan keinginan untuk untuk memenuhi sesuatu sesuai dengan ketentuan. Diantara nilai yang terkait dengan kejujuran dan melengkapinya adalah amanah.
3. Cerdas yaitu mempunyai intelektual, kecerdikan atau kebijaksanaan.
4. Komunikatif yaitu komunikatif dan argumentatif. Berbicara dengan orang lain dengan sesuatu yang mudah dipahaminya, berdiskusi dan melakukan presentasi bisnis dengan bahsa yang mudah dipahami sehingga orang tersebut mudah memahami pesan bisnis yang ingin kita sampaikan.
Keempat KSF ini merupakan sifat-sifat Nabi Muhammad Saw yang sudah sangat dikenal tapi masih jarang diimplementasikan khususnya dalam dunia bisnis.


CIRI KHAS BISNIS SYARI’AH
Bisnis syariah merupakan implementasi/perwujudan dari aturan syari’at Allah. Sebenarnya bentuk bisnis syari’ah tidak jauh beda dengan bisnis pada umumnya, yaitu upaya memproduksi/mengusahakan barang dan jasa guna memenuhi kebutuhan konsumen. Namun aspek syariah inilah yang membedakannya dengan bisnis pada umumnya. Sehingga bisnis syariah selain mengusahakan bisnis pada umumnya, juga menjalankan syariat dan perintah Allah dalam hal bermuamalah. Untuk membedakan antara bisnis syariah dan yang bukan, maka kita dapat mengetahuinya melalui ciri dan karakter dari bisnis syariah yang memiliki keunikan dan ciri tersendiri. Beberapa cirri itu antara lain:
1. Selalu Berpijak Pada Nilai-Nilai Ruhiyah. Nilai ruhiyah merupakan kesadaran bagi setiap manusia akan eksistensinya sebagai makhluk ciptaan Allah SWT yang harus selalu mengingat kepada-Nya dalam wujud ketaatan di setiap tarikan nafas hidupnya. Ada tiga aspek paling tidak nilai ruhiyah ini harus terwujud , yaitu pada aspek : (1) Konsep, (2) Sistem yang di berlakukan, (3) Pelaku (personil).
2. Memiliki Pemahaman Terhadap Bisnis yang Halal dan Haram. Pelaku bisnis syariah harus mengetahui benar fakta-fakta terhadap praktek bisnis yang Sahih dan yang salah. Disamping juga harus paham dasar-dasar nash yang dijadikan hukumnya.
3. Benar Secara Syar’iy Dalam Implementasi yaitu ada kesesuaian antara teori dan praktek, antara apa yang telah dipahami dan yang di terapkan. Sehingga pertimbangannya tidak semata-mata untung dan rugi secara material.
4. Berorientasi Pada Hasil Dunia dan Akhirat yaitu bisnis yang dilakukan selalu untuk mendapat keuntungan sebanyak-banyak yaitu dapat berupa harta, dan ini di benarkan dalam Islam
5. Seorang Muslim yang sholeh tentu bukan hanya itu yang jadi orientasi hidupnya. Namun lebih dari itu yakni kebahagiaan abadi di yaumil akhir. Oleh karenanya. Untuk mendapatkannya, dia harus menjadikan bisnis yang dikerjakannya itu sebagai ladang ibadah dan menjadi pahala di hadapan Allah. 

Perlunya memahami aspek penting dalam memulai usaha
Memulai bisnis bagi kebanyakan orang bukanlah hal yang mudah. Hal yang klasik, banyak pertimbangan di sana sini sehingga tak jarang membuat orang urung memulai bisnis. Semestinya memulai bisnis tidak menjadi salah satu sumber ketakutan bagi setiap orang. Untuk menghilangkan ketakutan dalam memulai bisnis, seseorang bisa membuat persiapan bisnis yang matang sehingga dapat menjalaninya dengan optimistis.
dengan memahami 9 aspek penting sebelum memulai usaha, yaitu sebagai berikut :

1. Memahami konsep produk atau jasa secara baik adalah pemahaman terhadap konsep produk atau jasa yang akan menjadi bisnis inti. Kita perlu memahami bukan hanya secara teknis produksi tetapi juga pasar dan prospek mulai daripada lingkungan yang terkecil kepada lingkungan yang terbesar. 

2. Membuat visi dan misi bisnis yakni setiap orang yang mau memulai bisnis harus mengetahui visi dan misi yang akan menjadi panduan seseorang untuk tetap fokus kepada tujuan bisnis dan organisasi yang awal. 

3. Perlunya winning, positive dan learning attitude untuk menjadi sukses yaitu sikap mental yang merupakan kunci keberhasilan atas usaha anda selain daripada pemahaman usaha anda. there is no over night success sesuatu yang harus dicamkan daripada setiap calon “entrepreneur” karena dibutuhkan waktu, sikap tidak menyerah, proses belajar secara kesinambunga, dan melihat permasalahan secara positif yang tidak membuat anda menjadi patah semangat. 

4. Membuat perencanaan dan strategi bisnis yang efektif akan menghindari usaha daripada risiko bisnis dan keuangan yaitu berupa asumsi-asumsi seperti kapasitas produksi, tingkat utilisasi produksi, proyeksi kenaikan harga dan biaya dan aspek lainnya.

5. Pengetahuan dasar manajemen, organisasi dan sistem akan menghindari usaha daripada risiko manajemen yaitu setiap usaha dari yang paling kecil sekalipun membutuhkan manajemen yang baik untuk memastikan proses pemasaran, produksi, distribusi dan penjualan berlangsung dengan baik. Sistem manajemen yang buruk akan mengakibatkan adanya biaya yang tidak perlu seperti bahan baku yang terbuang, pekerja yang tidak produktif karena pengawasan yang tidak efektif dan deskrips. 

6. Optimalisasi sumber daya manusia maka 50% usaha Anda sudah berhasil.
Sumber Daya Manusia atau SDM merupakan salah satu kunci keberhasilan usaha yang paling penting. 

7. Mengapa kreativitas, kepemimpinan dan proses pembuatan keputusan sangat penting?
Kreativitas juga akan sangat membantu anda untuk menyesuaikan produk-produk anda agar dapat diterima oleh pasar dan juga melihat berbagai peluang dalam membangun usaha anda. Kepemimpinan sangat penting dalam krisis untuk membuat setiap pegawai dan semua orang yang terlibat dalam usaha anda percaya bahwasanya anda tidak panik, menjadi tempat last resort solusi atas semua permasalahan dan menjadi panutan. Proses Pembuatan Keputusan akan membantu anda dalam mencari alternatif solusi dan memilih yang terbaik untuk usaha dan organisasi anda. 


8. Pengetahuan dasar pengelolaan keuangan dan pembiayaan
Pemahaman atas aspek ini adalah sangat penting dalam perkembangan usaha anda. Seringkali produksi terganggu karena pengelolaan keuangan yang tidak baik seperti kekurangan dana untuk pembelian bahan baku, alat-alat produksi dan lainnya. struktur modal, aset perusahaan, penyertaan modal dan lainnya.

9. Pemasaran, pelayanan dan product brand yakni pemasaran yang merupakan ujung tombak keberhasilan penjualan produk atau jasa. Sebaik apapun produk atau jasa tanpa pemasaran yang baik maka akan sangat sukar untuk meningkat penjualan dan keuntungan usaha. Di lain pihak tanpa pelayanan yang baik kepada pelanggan maka akan sangat sukar suatu usaha untuk memperoleh pelanggan yang loyal yang merupakan kunci perkembangan usaha.

ETIKA MARKETING DALAM ISLAM

Dewasa ini sering kita jumpai cara pemasaran yang tidak etis, curang dan tidak profesional, hal ini dapat mengganggu orang lain, sebagai seorang muslim saya mencoba membahas etika dalam pemasaran ini dari sudut pandang Islam
Kegiatan marketing atau pemasaran seharusnya dikembalikan pada karakteristik yang sebenarnya, yakni religius, beretika, realistis dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Inilah yang dinamakan marketing syariah, dan inilah konsep terbaik marketing untuk hari ini dan masa depan (Herman Kertajaya, Spiritual Marketing, Mizan Bandung, Oktober 2005).

Prinsip marketing yang berakhlak ini sudah seharusnya kita terapkan dengan baik agar tidak terjadi kasus-kasus serupa seperti BLBI, KPU, Bank Mandiri, DAU Depag dan sebagainya. Pada kasus tersebut nilai-nilai akhlak, moral dan etika sudah diabaikan. sangat dikhawatirkan bila hal ini menjadi kultur masyarakat.
Mengutip dari pakar ekonomi Islam Dr Jafril Khalil mengungkapkan, perpektif pemasaran dalam Islam yakni ekonomi Rabbani (divinity), realistis, humanis dan keseimbangan. "Inilah yang membedakan sistem ekonomi Islam dengan sistem ekonomi konvensional. marketing menurut Islam memiliki nilai dan karakteristik yang menarik" ungkapnya. 
Ia menambahkan, marketing syariah meyakini bahwa perbuatann yang dilakukan seseorang akan dimintai pertanggungjawabannya kelak, selain itu marketing syariah mengutamakan nilai-nilai akhlak dan etika moral didalam pelaksanaannya". "Karena itu, marketing syariah menjadi penting bagi para tenaga pemasaran untuk melakukanb penetrasi pasar," tegasnya
apabila dirumuskan, dalam Islam terdapat sembilan macam etika(akhlak) yang harus dimiliki seorang tenaga pemasaran. Yaitu :
1. Memiliki kepribadian spiritual(Taqwa)
2. Berkepribadian baik dan simpatik (Shiddiq)
3. Berlaku adil dalam berbisnis (al-'adl)
4. Melayani nasabah dengan rendah hati (Khitmah)
5. Selalu menepati janji dan tidak curang (Tahfif)
6. Jujur dan terpercaya (Amanah)
7. Tidak suka berburuk sangka
8. Tidak suka menjelek-jelekkan
9 Tidak melakukan suap (Riswah)
Petunjuk Umum Al-Quran mengenai Penjualan
Salah satu ayat alquran yang dapat dipedomani mengenai etika marketing adalah surat albaqarah : 2, yang beSurah Al-Baqarah(Arabالبقرة , al-Baqarah, "Sapi Betina") adalah surah ke-2 dalamAl-Qur'an. Surah ini terdiri dari 286 ayat, 6.221 kata, dan 25.500 huruf dan tergolong surah Madaniyah. Sebagian besar ayat dalam surah ini diturunkan pada permulaan hijrah, kecuali ayat 281 yang diturunkan di Mina saat peristiwa Haji Wada'. Surah ini merupakan surah terpanjang dalam Al-Qur'an. Surah ini dinamai al-Baqarahyang artinya Sapi Betina karena di dalam surah ini terdapat kisah penyembelihan sapi betina yang diperintahkan Allah kepada Bani Israil (ayat 67-74). Surah ini juga dinamai Fustatul Qur'an(Puncak Al-Qur'an) karena memuat beberapa hukum yang tidak disebutkan dalam surah yang lain.

Jumat, 01 April 2016

PEMASARAN SYARIAH

A.    Pengertian Pemasaran Syariah
Pemasaran syariah sendiri menurut definisi adalah adalah penerapan suatu disiplin bisnis strategis yang sesuai dengan nilai dan prinsip syariah. Jadi Pemasaran syariah dijalankan berdasarkan konsep keislaman yang telah diajarkan Nabi Muhammad SAW. Menurut Hermawan Kartajaya, nilai inti dari Pemasaran syariah adalah Integritas dan transparansi, sehingga marketer tidak boleh bohong dan orang membeli karena butuh dan sesuai dengan keinginan dan kebutuhan, bukan karena diskonnya.
Pemasaran adalah garis depan suatu bisnis, mereka adalah orang-orang yang bertemu langsung dengan konsumen sehingga setiap tindakan dan ucapannya berarti menunjukkan citra dari barang dan perusahaan. Namun sayangnya pandangan masyarakat saat ini menganggap pemasar diidentikkan dengan penjual yang dekat dengan kecurangan, penipuan, paksaan dan lainnya yang telah memperburuk citra seorang pemasar. Tidak terelakkan lagi banyak promosi usaha-usaha yang kita lihat sehari-hari tidak menjelaskan secara detail tentang produknya, yang mereka harapkan adalah konsumen membeli produk mereka dan banyak dari konsumen merasa tertipu atau dibohongi ketika mencoba produk yang dijual pemasar tersebut.

  Berbisnis Cara Nabi Muhammad Saw
Muhammad adalah Rasulullah, Nabi terakhir yang diturunkan untuk menyempurnakan ajaran-ajaran Tuhan yang menjadi suri tauladan umat-Nya. Akan tetapi disisi lain Nabi Muhammad Saw juga manusia biasa; beliau makan, minum, berkeluarga dan bertetangga, berbisnis dan berpolitik, serta sekaligus memimpin umat.
Aa Gym dalam salah satu tulisannya, mengatakan bahwa Nabi Muhammad Saw, selain sebagai pedagang yang sukses juga pemimpin agama sekaligus kepala Negara yang sukses. Jarang ada nabi seperti ini.Ada yang hanya sukses memimpin agama, tetapi tidak memimpin sebuah Negara. Maka, sebenarnya kita sudah menemukan figure yang layak dijadikan idola, dan dijadikan contoh dalam mengarungi dunia bisnis.
Nabi Muhammad sebagi seorang pedagang memnberikan contoh yang baik dalam setiap transaksi bisnisnya. Beliau melakukan transaksi secara jujur, adil dan tidak pernah membuat pelanggannya mengeluh, apalagi kecewa.Beliau selalu menepati janji dan mengantarkan barang dagangannya dengan standar kualitas sesuai denganpermintaan pelanggan. Reputasinya sebagai pedagang yang benar dan jujur telah tertanam dengan baik sejak muda. Beliau selalu memperlihatkan rasa tanggung jawab terhadap setiap transaksi yang dilakukan.

Ø  Nabi Muhammad sebagai Syariah Marketer
Nabi Muhammad bukan saja sebagai seorang pedagang, beliau adalah seorang nabi dengan segala kebesaran dan kemuliannya. Nabi Muhammad sangat menganjurkan umatnya berbisnis (berdagang), karena berbisnis dapat menimbulkan kemandirian dan kesejahteraan bagi keluarga tanpa tergantung atau menjadi beban orang lain. Beliau pernah betkata, “Berdaganglah kamu, sebab dari sepuluh bagian penghidupan, sembilan diantaranya dihasilkan dari berdagang.” Al-Quran juga memberi motivasi untuk berbisnis pada ayat berikut:
“Tidak ada dosa bagimu untuk mencari karunia (rezeki hasil perniagaan) dari Tuhanmu.” (QS Al-Baqarah : 198)
“Allah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS Al-Baqarah : 275)


Ø  Nabi Muhammad sebagai Pedagang Profesional
Dalam transaksi bisnisnya sebagai pedagang professional tidak ada tawar menawar dan pertengkaran antara Muhammad dan para pelanggannya, sebagaimana sering disaksikan pada waktu itudi pasar-pasar sepanjang jazirah Arab. Segala permasalahan antara Muhammad dengan pelanggannya selalu diselesaikan dengan adil dan jujur, tetapi bahkan tetap meletakkan prinsip-prinsip dasar untuk hubungan dagang yang adil dan jujur tersebut.
Disini terlihat bahwa beliau tidak hanya bekerja secara professional, tetapi sikap profesionalisme beliau praktikkan pula ketika telah dilantik menjadi Nabi.Beliau memimpin sahabat-sahabatnya dengan prinsip-prinsip profesionalisme; memberinya tugas sesuai dengan kemampuan dan kapasitas yang dimiliki. Tidak bersifat KKN, semuanya berjalan dengan professional dan tentunya dengan tuntunan Allah.

Ø  Nabi Muhammad sebagai Pebisnis yang Jujur
Nabi Muhammad benar-benar mengikuti prinsip-prinsip perdagangan yang adil dalam transaksi-transaksinya.Beliau telah mengikis habis transaksi-transaksi dagang dari segala macam praktik yang mengandung unsur penipuan, riba, judi, gharar, keraguan, eksploitasi, pengambilan untung yang berlebihan dan pasar gelap. Beliau juga melakukan standardisasi timbangan dan ukuran, serta melarang orang-orang menggunakan timbangan dan ukuran lain yang tidak dapat dijadikan pegangan standar.
            Nabi Muhammad juga mengatakan, “pedagang, pada hari kebangkitan akan dibangkitkan sebagai pelaku kejahatan, kecuali mereka yang bertakwa kepada Allah, jujur, dan selalu berkata benar” (HR.Al Tirmidzi, Ibn Majah, dan Al Darimi).

Ø  Nabi Muhammad Menghindari Bisnis Haram
Nabi Muhammad melarang beberapa jenis perdagangan , baik karena sistemnya maupun karena ada unsur-unsur yang diharamkan didalamnya. Memperjual-belikan benda-benda yang dilarang dalam Al-Quran adalah haram. AlQuran, misalnya, melarang mengkonsumsi daging babi, darah, bangkai dan alcohol, sebagaimana yang tercantum dalam QS Al-Baqarah:175).

Ø  Muhammad dengan Penghasilan Halal
“Barang yang bersih” berarti sehat dan diperoleh dengan cara yang halal. Karena itu apa yang dihasilkannya pun menjadi halal.

KONSEP DASAR PEMASARAN SYARIAH

A.    Definisi Ekonomi Islam 
 Ada banyak pendapat di seputar pengertian dan ruang lingkup ekonomi Islam. Dawam Rahardjo, memilah istilah ekonomi Islam ke dalam tiga kemungkinan pemaknaan, pertama yang dimaksud ekonomi Islam adalah ilmu ekonomi yang berdasarkan nilai atau ajaran Islam. Kedua, yang dimaksud ekonomi Islam adalah sistem.  
Tujuan yang ingin dicapai dalam suatu sistem ekonomi Islam berdasarkan konsep dasar dalam Islam yaitu tauhid dan berdasarkan rujukan kepada Al-Qur’an dan Sunnah adalah:

1.            Pemenuhan kebutuhan dasar manusia meliputi pangan, sandang, papan, kesehatan, dan pendidikan untuk setiap lapisan masyarakat.
2.            Memastikan kesetaraan kesempatan untuk semua orang.
3.            Mencegah terjadinya pemusatan kekayaan dan meminimalkan ketimpangan dana distribusi pendapatan dan kekayaan di masyarakat.
4.            Memastikan kepada setiap orang kebebasan untuk mematuhi nilai-nilai moral.
5.            Memastikan stabilitas dan pertumbuhan ekonomi. 
Empat nilai utama yang bisa ditarik dari ekonomi Islam adalah: 
1.            Peranan positif dari Negara, sebagai regulator yang mampu memastikan kegiatan ekonomi berjalan dengan baik sehingga tidak ada pihak yang merasa dirugikan oleh orang lain.
2.            Batasan moral atas kebebasan yang dimiliki, sehingga setiap individu dalam setiap melakukan aktivitasnya akan mampu pula memikirkan dampaknya bagi orang lain.
3.            Kesetaraan kewajiban dan hak, hal ini mampu menyeimbangkan antara hak yang diterima dan kewajiban yang harus dilaksanakan.
4.            Usaha untuk selalu bermusyawarah dan bekerja sama, sebab hal ini menjadi salah satu fokus utama dalam ekonomi Islam.

B.     Definisi Pemasaran
Kotler memberikan definisi bahwa “Manajemen pemasarn sebagai suatu seni dan ilmu memilih pasar sasaran dan mendapatkan, menjaga, dan menumbuhkan pelanggan dengan menciptakan, menyerahkan dan mengkomunikasikan nilai pelanggan yang unggul”.
Sehingga secara umum pemasaran dapat diartikan sebagai suatu proses social yang merancang dan menawarkan sesuatu yang menjadi kebutuhandan keinginan dari pelanggan dalam rangka memberikan kepuasan yang optimal kepada pelanggan.
Konsep inti dari kegiatan pemasaran ialah:
·                     Kebutuhan, keinginan dan permintaan
·                     Produk (jasa dan barang)
·                     Nilai, biaya, dan kepuasan
·                     Pertukaran, transaksi dan hubungan
·                     Pasar
      Berikut ini kepuasan nasabah dalam dunia perbankan: 
·                      Tangibles
·                     Responsitivitas
·                     Assurance
·                     Reliabilitas
·                     Emphaty
C.     Bauran Pemasaran (Marketing Mix)
      Kotler (2000) memberikan definisi mengenai bauran pemasaran sebagai: 
Bauran pemasaran adalah seperangkat alat pemasaran faktor yang dapat dikendalikan –product, price, promotions, place- yang dipadukan oleh perusahaan untuk mengahsilkan respon yang diinginkan dalam pasar sasaran.”
Definisi yang dikemukakan oleh Philip Kotler, antara lain: Product (produk), Price (harga), Promotions (promosi), Place (tempat) 

D.    Konsep Pemasaran Syariah
Secara umum pemasaran syariah adalah sebuah strategi yang mengarahkan proses penciptaan, penawaran, yang dalam keseluruhan prosenya sesuai dengan akad dan prinsip-prinsip muamalah dalam Islam. Ada 4 karakteristik yang terdapat pada syariah marketing:
·                     Ketuhanan (rabbaniyah)
·                     Etis (akhlaqiyah)
·                     Realistis (al-waqi’yyah)
·                     Humanitis (insaniyyah)
 E.     Nilai-nilai Pemasaran Syariah
Ada beberapa nilai-nilai dalam pemasaran syariah yang mengambil konsep dari keteladanan sifat Rasulullah Saw, yaitu shiddiq, amanah, fathanah, tabligh, dan istiqamah:
1.            Shiddiq, artinya memiliki kejujuran dan selalu melandasi ucapan, keyakinan, serta perbuatan berdasarkan ajaran Islam. Tidak ada satu ucapan pun yang saling bertentangan dengan perbuatan.
2.            Fathanah, berarti mengerti, memahami, dan menghayati secara mendalam segala hal yang terjadi dalam tugas dan kewajiban. Fathanah berkaitan dengan kecerdasan, baik kecerdasan rasio, rasa, maupun kecerdasan ilahiyah.

3.            Amanah, memiliki makna tanggung jawab dalam melaksanakan setiap tugas dan kewajiban. Amanah ditampilkan dalam keterbukaan, kejujuran, pelayanan prima dan ihsan (berupaya menghasilkan yang terbaik) dalam segala hal.