WARGA NEGARA
Pengertian Warga Negara
Pengertian
warga negara menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002) adalah penduduk sebuah
negara atau bangsa berdasarkan keturunan, tempat kelahiran, dan sebagainya yang
mempunyai kewajiban dan hak penuh sebagai seorang warga dari negara itu.
Sementara itu, AS Hikam dalam Ghazalli (2004) mendefinisikan warga negara yang merupakan terjemahan dari
citizenship adalah anggota dari sebuah komunitas yang membentuk negara itu
sendiri. Dalam konteks Indonesia, istilah warga negara seperti yang
tertulis dalam UUD 1945 pasal 26 dimaksudkan: “Warga negara adalah Bangsa
Indonesia asli dan bangsa lain yang disahkan undang-undang sebagai warga
negara”.
Selanjutnya dalam pasal 1 UU Nomor 22/1958, dan
dinyatakan juga dalam UU Nomor 12/2006 tentang Kewarganegaraan Republik
Indonesia, menekankan kepada peraturan yang menyatakan bahwa Warga Negara
Republik Indonesia adalah orang-orang yang berdasarkan perundang-undangan dan
atau perjanjian-perjanjian dan atau peraturan yang berlaku sejak proklamasi 17
Agustus 1945 sudah menjadi warga negara Republik Indonesia.
Warga negara
memiliki peran dan tanggung jawab yang sangat penting bagi kemajuan dan bahkan
kemunduran sebuah bangsa. Oleh karena itu, seseorang yang menjadi anggota atau
warga suatu negara haruslah ditentukan oleh Undang-undang yang dibuat oleh
negara tersebut. Sebelum negara menentukan siapa saja yang menjadi warga
negaranya, terlebih dahulu negara harus mengakui bahwa setiap orang berhak memilih
kewarganegaraan, memilih tempat tinggal di wilayah negara dan meningggalkannya
serta berhak kembali sebagaimana dinyatakan oleh pasal 28E ayat (1) UUD 1945.
Pernyataan
ini mengandung makna bahwa orang-orang yang tinggal dalam wilayah negara dapat
diklasifikasikan menjadi:
1.
Warga Negara
Indonesia, adalah orang-orang bangsa Indonesia asli dan orang-orang bangsa lain
yang disahkan dengan dengan undang-undang sebagai warga negara.
2.
Penduduk,
yaitu orang-orang asing yang tinggal dalam negara bersifat sementara sesuai
dengan visa (surat izin untuk memasuki suatu negara dan tinggal sementara yang
diberikan oleh pejabat suatu negara yang dituju) yang diberikan negara melalui
kantor imigrasi.
Dalam penjelasannya dinyatakan bahwa orang-orang bangsa
lain, misalnya orang peranakan Belanda, peranakan Cina, peranakan Arab, dan
lain-lain yang bertempat tinggal di Indonesia, mengakui Indonesia sebagai Tanah
Airnya dan bersikap setia kepada Negara Republik Indonesia dapat menjadi warga
negara.
Dari sudut hubungan antara negara dan warga negara,
Koerniatmanto S. mendefinisikan warga negara dengan konsep anggota negara.
Sebagai anggota negara, warga negara mempunyai kedudukan khusus terhadap
negaranya. Ia mempunyai hubungan hak dan kewajiban yang bersifat timbal balik
terhadap negaranya.
B. Penentuan Warga Negara Indonesia
Siapa saja
yang dapat menjadi warga negara dari suatu negara? Setiap negara berdaulat
berwenang menentukan siapa-siapa yang menjadi warga negara. Dalam menentukan
kewarganegaraan seseorang, dikenal dengan adanya asas kewarganegaraan
berdasarkan kelahiran, asas kewaraganegaraan berdasarkan perkawinan dan Asas
kewarganegaraan berdasarkan naturalisasi.
a) Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Kelahiran
Penentuan
kewarganegaraan berdasarkan kelahiran seseorang dikenal dengan dua asas
kewarganegaraan yaitu ius soli dan ius sanguinis.
Kedua
istilah tersebut berasal dari bahasa Latin. Ius berarti hukum, dalil atau
pedoman. Soli berasal dari kata solum yang berarti negeri, tanah atau daerah,
dan sanguinis berasal dari kata sanguis yang berarti darah. Dengan demikian ius
soli berarti pedoman kewarganegaraan yang berdasarkan tempat atau daerah
kelahiran, sedangkan ius sanguinis adalah pedoman kewarganegaraan berdasarkan
darah atau keturunan atau keibubapakan.
Sebagai
contoh, jika sebuah negara menganut ius soli, maka seorang yang dilahirkan di
negara tersebut mendapatkan hak sebagai warga negara. Begitu pula dengan asas
ius sanguinis, jika sebuah negara menganut ius sanguinis, maka seseorang yang
lahir dari orang tua yang memiliki kewarganegaraan suatu negara tertentu,
Indonesia misalnya, maka anak tersebut berhak mendapatkan status
kewarganegaraan orang tuanya, yakni warga negara Indonesia.
1. Asas Ius Sanguinis
Kewarganegaraan
dari orang tua yang menurunkannya menentukan kewarganegaraan seseorang, artinya
kalau orang dilahirkan dari orang tua yang berwarganegara Indonesia, ia dengan
sendirinya juga warga negara Indonesia. Asas Ius sanguinis atau Hukum Darah
(law of the blood) atau asas genealogis (keturunan) atau asas keibubapakan,
adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai kewarganegaraan menurut
kewarganegaraan orang tuanya, tanpa melihat di mana ia dilahirkan. Asas ini
dianut oleh negara yang tidak dibatasi oleh lautan, seperti Eropa Kontinental
dan China.
Asas ius sanguinis memiliki keuntungan, antara lain:
1)
Akan
memperkecil jumlah orang keturunan asing sebagai warga negara;
2)
Tidak akan
memutuskan hubungan antara negara dengan warga negara yang lahir;
3)
Semakin
menumbuhkan semangat nasionalisme;
4)
Bagi negara
daratan seperti China dan lain-lain, yang tidak menetap pada suatu negara
tertentu tetapi keturunan tetap sebagai
warga negaranya meskipun lahir di tempat lain (negara tetangga).
2. Asas Ius Soli
Pada
awalnya, asas kewarganegaraan berdasarkan kelahiran ini hanya satu, yakni ius
soli saja. Hal ini didasarkan pada anggapan bahwa karena seseorang lahir di
suatu wilayah negara, maka otomatis dan logis ia menjadi warga negara tersebut.
Asas ius soli atau asas tempat kelahiran atau hukum tempat kelahiran (law of
the soil) atau asas teritorial adalah asas yang menetapkan seseorang mempunyai
kewarganegaraan menurut tempat di mana ia dilahirkan. Asas ini dianut oleh
negara-negara imigrasi seprti USA, Australia, dan Kanada.
Tidak semua daerah tempat seseorang
dilahirkan menentukan kewarganegaraan. Misalnya, kalau orang dilahirkan di
dalam daerah hukum Indonesia, ia dengan sendirinya menjadi warga negara
Indonesia. Terkecuali anggota-anggota korps diplomatik dan anggota tentara
asing yang masih dalam ikatan dinas. Di samping dan bersama-sama dengan prinsip
ius sanguinis, prinsip ius soli ini juga berlaku di Amerika, Inggris, Perancis,
dan juga Indonesia. Tetapi di Jepang, prinsip ius solis ini tidak berlaku.
Karena seseorang yang tidak dapat membuktikan bahwa orang tuanya berkebangsaan
Jepang, ia tidak dapat diakui sebagai warga Negara Jepang.
Untuk sementara waktu asas ius soli menguntungkan, yaitu dengan lahirnya anak-anak dari para imigran di negara tersebut maka putuslah hubungan dengan negara asal. Akan tetapi dengan semakin tingginya tingkat mobilitas manusia, diperlukan suatu asas lain yang tidak hanya berpatokan pada tempat kelahiran saja. Selain itu, kebutuhan terhadap asas lain ini juga berdasarkan realitas empirik bahwa ada orang tua yang memiliki status kewarganegaraan yang berbeda. Hal ini akan bermasalah jika kemudian orang tua tersebut melahirkan anak di tempat salah satu orang tuanya (misalnya di tempat ibunya).
Jika tetap menganut asas ius soli,
maka si anak hanya akan mendapatkan status kewarganegaraan ibunya saja,
sementara ia tidak berhak atas status kewarganegaraan bapaknya. Atas dasar
itulah, maka asas ius sanguinis dimunculkan, sehingga si anak dapat memiliki
status kewarga-negaraan bapaknya.
b) Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Perkawinan
Selain hukum
kewarganegaraan dilihat dari sudut kelahiran, kewarganegaraan seseorang juga
dapat dilihat dari sistem perkawinan. Di dalam sistem perkawinan, terdapat dua
buah asas, yaitu asas kesatuan hukum dan asas persamaan derajat.
1. Asas Kesatuan Hukum
Asas kesatuan hukum berdasarkan pada
paradigma bahwa suami-istri ataupun ikatan keluarga merupakan inti masyarakat
yang meniscayakan suasana sejahtera, sehat dan tidak berpecah. Dalam
menyelenggarakan kehidupan bermasyarakat, suami-istri ataupun ikatan keluarga
yang baik perlu mencerminkan adanya suatu kesatuan yang bulat.
Untuk merealisasikan terciptanya
kesatuan dalam keluarga atau suami-istri, maka semuanya harus tunduk pada hukum
yang sama. Dengan adanya kesamaan pemahaman dan komitment menjalankan adanya
kewarganegaraan yang sama, sehingga masing-masing tidak terdapat perbedaan yang
dapat mengganggu keutuhan dan kesejahteraan keluarga. Menurut asas kesatuan
hukum, sang istri akan mengikuti status suami baik pada waktu perkawinan
dilangsungkan maupun kemudian setelah perkawinan berjalan. Negara-negara yang
masih mengikuti asas ini antara lain: Belanda, Belgia, Perancis, Yunani,
Italia, Libanon, dan lainnya. Negara yang menganut asas ini menjamin
kesejahteraan para mempelai. Hal ini akan mempengaruhi kesejahteraan
masyarakat, melalui proses hemogenitas dan asimilasi bangsa. Proses ini akan
dicapai apabila kewarganegaraan istri adalah sama dengan kewarganegaraan suami.
Lebih-lebih istri memiliki tugas memelihara anak yang dilahirkan dari
perkawinan, maka akan diragukan bahwa sang ibu akan dapat mendidik anak-anaknya
menjadi warga negara yang baik apabila kewarganegaraannya berbeda dengan sang
ayah anak-anak.
2. Asas Persamaan Derajat
Dalam asas
persamaan derajat, suatu perkawinan tidak menyebabkan perubahan status
kewarganegaraan masing-masing pihak (suami atau istri). Baik suami ataupun
istri tetap berkewarganegaraan asal, atau dengan kata lain sekalipun sudah
menjadi suami-istri, mereka tetap memiliki status kewarganegaraan sendiri, sama
halnya ketika mereka belum diikatkan menjadi suami istri. Negara-negara yang
menggunakan asas ini antara lain: Australia, Canada, Denmark, Inggris, Jerman,
Israel, Swedia, Birma dan lainnya. Asas ini dapat menghindari terjadinya
penyelundupan hukum. Misalnya, seseorang yang berkewarganegaraan asing ingin
memperoleh status kewarganegaraan suatu negara dengan cara atau berpura-pura
melakukan pernikahan dengan perempuan di negara tersebut. Setelah melalui
perkawinan dan orang tersebut memperoleh kewarganegaraan yang diinginkannya,
maka selanjutnya ia menceraikan istrinya.
c) Asas Kewarganegaraan Berdasarkan Naturalisasi
Walaupun
tidak dapat memenuhi status kewarganegaraan melalui sistem kelahiran maupun
perkawinan, seseorang masih dapat mendapatkan status kewarganegaraan melalui
proses pewarganegaraan atau naturalisasi. Dalam pewarganegaraan ini ada yang
aktif ada pula yang pasif. Dalam pewarganegaraan aktif, seseorang dapat menggunakan
hak opsi untuk memilih atau mengajukan kehendak menjadi warga negara dari suatu
negara. Sedangkan dalam pewarganegaraan pasif, seseorang yang tidak mau
diwarganegarakan oleh sesuatu negara atau tidak mau diberi atau dijadikan warga
negara suatu negara, maka yang bersangkutan dapat menggunakan hak repudiasi,
yaitu hak untuk menolak pemberian kewarganegaraan tersebut.
Perolehan Kewarganegaraan Indonesia
untuk mendapatkan status kewarganegaraan Indonesia, pemerintah mengatur dalam
Undang-undang. Hal ini diatur sedemikian rupa, sehingga mampu mengantisipasi
berbagai permasalahan baik sosial maupun permasalahan hukum yang terjadi.
Karena permasalahan yang menyangkut status warga negara dapat terjadi pada
wilayah dalam negeri maupun aktivitas yang berkaitan dengan interaksi antar
negara. Sebagai contoh, kehadiran beberapa artis muda di Indonesia yang berasal
dari negara lain, saat ini tengah berurusan dengan pihak imigrasi karena visa
dan status kewarganegaraan mereka. Terkait dengan kejahatan, berbagai kasus
penyebaran narkoba oleh warga negara kulit hitam di Indonesia melibatkan
jaringan internasional. Dengan pengaturan status kewarganegaraan, pihak
kepolisian memiliki bukti yang kuat untuk mencekal maupun menangkap dan
mengembalikannya ke negara asalnya.
Dalam
penjelasan umum Undang-undang No. 62/1958 bahwa terdapat 7 (tujuh) cara
memperoleh kewarganegaraan Indonesia, yaitu :
1)
Karena kelahiran;
2)
Karena pengangkatan;
3)
Karena dikabulkannya permohonan;
4)
Karena pewarganegaraan;
5)
Karena perkawinan
6)
Karena turut ayah dan atau ibu;
7)
Karena pernyataan.
C. Hak dan
Kewajiban Warga Negara
Hak adalah sesuatu yang mutlak
menjadi milik kita dan penggunaannya tergantung kepada kita sendiri. Contohnya,
hak mendapatkan pengajaran, hak mendapatkan nilai dari guru dan sebagainya.
Sebagai
warga negara yang baik kita wajib membina dan melaksanakan hak dan kewajiban
kita dengan tertib. Hak dan kewajiban warga negara diatur dalam UUD 1945 yang
meliputi.
a) Hak dan Kewajiban
dalam Bidang Politik
Pasal 27
ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara bersamaan kedudukannya di
dalam hukum dan pemerintahan dan wajib menjunjung hukum dan pemeritahan itu
dengan tidak ada kecualinya”. Pasal ini menyatakan adanya keseimbangan antara
hak dan kewajiban, yaitu:
·
Hak untuk
diperlakukan yang sama di dalam hukum dan pemerintahan.
·
Kewajiban
menjunjung hukum dan pemerintahan.
Pasal 28
menyatakan, bahwa “Kemerdekaan berserikat dan berkumpul, mengeluarkan pikiran
dengan lisan dan tulisan dan sebagainya ditetapkan dengan undang-undang”. Arti
pesannya adalah:
- Hak
berserikat dan berkumpul.
- Hak
mengeluarkan pikiran (berpendapat).
- Kewajiban
untuk memiliki kemampuan beroganisasi dan melaksanakan aturan-
aturan lainnya, di antaranya: Semua organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai
azasnya, semua media pers dalam mengeluarkan pikiran (pembuatannya selain
bebas harus pula bertanggung jawab dan sebagainya).
aturan lainnya, di antaranya: Semua organisasi harus berdasarkan Pancasila sebagai
azasnya, semua media pers dalam mengeluarkan pikiran (pembuatannya selain
bebas harus pula bertanggung jawab dan sebagainya).
b) Hak dan Kewajiban
dalam Bidang Sosial Budaya
Pasal 31
ayat (1) menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak mendapat pengajaran”.
Pasal 31 ayat (2) menyatakan bahwa “Pemerintah mengusahakan dan menyelenggarakan satu sistim pengajaran nasional, yang diatur dengan undang-undang”.
Pasal 32 menyatakan bahwa “Pemerintah memajukan kebudayaan nasional Indonesia”.
Arti pesan
yang terkandung adalah:
Ø Hak
memperoleh kesempatan pendidikan pada segala tingkat, baik umum maupun
kejuruan.
Ø Hak
menikmati dan mengembangkan kebudayaan nasional dan daerah.
Ø Kewajiban
mematuhi peraturan-peraturan dalam bidang kependidikan.
Ø Kewajiban
memelihara alat-alat sekolah, kebersihan dan ketertibannya.
Ø Kewajiban
ikut menanggung biaya pendidikan.
Ø Kewajiban
memelihara kebudayaan nasional dan daerah.dinyatakan oleh pasal 31 dan 32, Hak
dan Kewajiban warga negara tertuang pula pada pasal 29 ayat (2) yang menyatakan
bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya
masing-masing dan untuk beribadat menurut agamanya dan kepercayaannya itu”.
Ø Hak untuk
mengembangkan dan menyempurnakan hidup moral keagamaannya, sehingga di samping
kehidupan materiil juga kehidupan spiritualnya terpelihara dengan baik.
Ø Kewajiban
untuk percaya terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
c)
Hak dan Kewajiban dalam Bidang Hankam
Pasal 30
menyatakan, bahwa “Tiap-tiap warga negara berhak dan wajib ikut serta dalam
usaha pembelaan negara”.
d)
Hak dan Kewajiban dalam Bidang Ekonomi
Pasal 33
ayat (1), menyatakan, bahwa “Perekonomian disusun sebagai usaha bersama
berdasar atas azas kekeluargaan”.
Pasal 33
ayat (2), menyatakan bahwa “Cabang-cabang produksi yang penting bagi negara dan
yang menguasai hajat hidup orang banyak dikuasai oleh negara”.
Pasal 33
ayat (3), menyatakan bahwa “Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung di
dalamnya dikuasai oleh negara dan dipergunakan untuk sebesar-besarnya
kemakmuran rakyat”.
Pasal 34
menyatakan bahwa “Fakir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh negara”.
Arti pesannya adalah:
ü Hak
memperoleh jaminan kesejahteraan ekonomi, misalnya dengan tersedianya barang
dan jasa keperluan hidup yang terjangkau oleh daya beli rakyat.
ü Hak
dipelihara oleh negara untuk fakir miskin dan anak-anak terlantar.
ü Kewajiban
bekerja keras dan terarah untuk menggali dan mengolah berbagai sumber daya
alam.
ü Kewajiban
dalam mengembangkan kehidupan ekonomi yang berazaskan kekeluargaan, tidak
merugikan kepentingan orang lain.
ü Kewajiban
membantu negara dalam pembangunan misalnya membayar pajak tepat waktu.
Itulah hak
dan kewajiban bangsa Indonesia yang tercantum dalam UUD 1945, dan Anda sebagai
warga negara wajib melaksanakannya dengan sebaik-baiknya.
Di samping itu, setiap penduduk yang menjadi warga
negara Indonesia, diharapkan memiliki karakteristik yang bertanggung jawab
dalam menjalankan hak dan kewajibannya. Karakteristik adalah sejumlah sifat
atau tabiat yang harus dimiliki oleh warga negara Indonesia, sehingga muncul
suatu identitas yang mudah dikenali sebagai warga negara.Sejumlah sifat dan karakter warga negara Indonesia adalah memiliki rasa hormat dan tanggung jawab, bersikap kritis, melakukan diskusi dan dialog, bersikap Terbuka, rasional, adil, dan jujur.
DAFTAR PUSTAKA
4.
Purwanto Tri
Bambang, Sunardi. 2006.Membangun Wawasan
Kewarganegaraan 1. Solo: PT tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar